Jakarta – Sejumlah tokoh nasional yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) mendesak kepolisian segera membebaskan enam orang aktivis yang ditahan INITOGEL buntut unjuk rasa berujung ricuh Agustus lalu.
Sikap itu disampaikan usai mereka menjenguk mereka di Polda Metro Jaya, Selasa (23/9/2025). Adapun enam orang adalah Delpedro Marhaen, Muzaffar Salim, Syahdan Husein, Khariq Anhar, RAP dan Figha Lesmana.
“Ini adalah wujud kami, kepedulian kami, sekaligus keprihatinan atas adanya sejumlah aktivis, mahasiswa yang ditahan karena peristiwa demo beberapa waktu yang lalu,” kata mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Polda Metro Jaya, Selasa (23/9/2025).
Lukman mengatakan, GNB ingin memastikan kondisi para tahanan, mendengar langsung cerita mereka, serta menyampaikan kegelisahan moral kepada pimpinan kepolisian.
“Kami menyempatkan diri untuk hadir di sini, setidaknya untuk memastikan kondisi mereka seperti apa saat ini, juga untuk mendengar apa yang mereka rasakan, apa latar belakang penangkapannya dan hal ikhwal yang terkait dengan peristiwa beberapa hari yang lalu dan apa harapan-harapan mereka,” ucap dia
Dia mengatakan, GNB juga mengirim surat resmi kepada Kapolri meminta pembebasan para aktivis yang dianggap hanya menyampaikan aspirasi secara damai.
“Atau kalaulah kemudian pihak-pihak kepolisian menilai, memiliki bukti-bukti dalam kaitannya dengan proses hukum yang harus dijalani oleh mereka, mudah-mudahan penahanan yang mereka alami saat ini betul-betul tetap menjunjung hak-hak dasar, hak asasi manusia,” ucap dia.
Cendekiawan Komaruddin Hidayat, menambahkan, para aktivis itu sejatinya adalah generasi muda dengan idealisme tinggi. Mereka lahir di era media sosial dan menggunakan kanal digital sebagai bahasa ekspresi.
“Anak-anak aktivis itu biasanya punya idealisme. Mereka punya cara dan gaya tersendiri, lebih-lebih mereka generasi Z. Oleh karena itu, salah satu bahasa mereka lewat media masa, media sosial,” ucap dia.
Kritik Publik Bagian Demokrasi
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen
Baginya, unjuk rasa dan kritik publik merupakan bagian sah dari demokrasi. Represi terhadap mereka, kata Komaruddin, bukan saja bisa meredupkan semangat kritis anak muda, melainkan juga melemahkan demokrasi itu sendiri.
“Mereka itu putra-putra bangsa terbaik. Oleh karena itu, jangan sampai benih putra bibit unggul ini kemudian mati dan sampai mereka kemudian tidak tumbuh kalau salah treatment. Jangan sampai kemudian represi pada mereka kalau itu dirasakan itu akan melemahkan aspirasi semangat anak muda dan melemahkan demokrasi,” ucap dia.
Dia berharap penegakan hukum tidak sampai melemahkan aspirasi anak muda yang berpikir kritis, yang punya idealisme.
Bukan Ancaman Negara
Para aktivis ditahan di Polda Metro Jaya
Sementara itu, Akademisi Karlina R. Supelli menyinggung seorang ibu rumah tangga yang ikut ditahan karena unggahannya di media sosial.
Perempuan itu, kata Karlina, hanya menuliskan kekecewaan terhadap pejabat dengan gaji besar sementara rakyat kian terhimpit, juga rasa pedih melihat pelajar ditembaki gas air mata saat berdemonstrasi.
“Jadi kreatifisme Gen Z ini ya yang sebetulnya juga perlu dipahami oleh orang tua-tua sehingga tidak sesuatu yang sebetulnya merupakan kreatifitas, sesuatu yang merupakan ungkapan orang muda untuk menyampaikan keprihatinan mereka justru dilihat sebagai sesuatu yang melanggar hukum,” ucap dia.
Bagi Karlina, ekspresi semacam itu lebih tepat dipahami sebagai kreativitas dan suara nurani generasi Z, bukan ancaman bagi negara.
“Jadi marilah kita sama-sama berjuang dan kami datang untuk menyampaikan keprihatinan itu,” ucap dia.
Sumber : Beritaterbaik.id